[ CV. Nutrima Sehatalami – Bogor ] Masyarakat Indonesia banyak menggunakan kunyit sebagai obat tradisional. Obat tradisional banyak digunakan masyarakat karena bahan-bahan yang digunakan masih banyak tersedia. Obat tradisional digunakan secara turun-temurun oleh masyarakat. Obat tradisional masih banyak digunakan karena tidak terlalu menyebabkan efek samping. Apabila menggunakan obat kimia, dapat menimbulkan efek samping yang dapat beresiko bagi kesehatan. Obat tradisional diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 246/Menkes/Per/V/1990 tentang Izin Usaha Industri Obat Tradisional dan Pendaftaran Obat Tradisional. Obat tradisional disebut juga obat herbal. Tanaman yang dapat dijadikan obat tradisional dapat tumbuh secara liar maupun ditanam dengan sengaja.
Kunyit atau Curcuma domestica merupakan tanaman yang banyak ditanam dan diolah di Indonesia. Bagian utama dari tanaman kunyit adalah rimpang yang tertanam di tanah. Rimpang tersebut memiliki banyak cabang dan tumbuh menjalar dengan kulit berwarna jingga kekuning-kuningan (Hartati dan Balitro, 2013). Warna kuning tersebut ditimbulkan karena adanya kandungan pigmen kurkuminoid. Rimpang ini berukuran sepanjang 10-15 cm dan terdiri dari rimpang utama (ibu kunyit) dan rimpang cabang (tunas). Rimpang utama terdapat tunas yang tumbuh ke arah samping, mendatar, dan melengkung. Tunas berkembang terus-menerus membentuk cabang baru. Bentuknya berbuku-buku pendek yang berjumlah banyak. Ketebalan rimpang berukuran 1,5-4 cm (Paramitasari, 2011). Rasa dari rimpang tersebut agak getir, sedikit pedas, bersifat hangat, tidak beracun, dan berbau khas aromatik (Haryono, 2012). Rimpang kunyit dapat digunakan antara lain mengobati gusi bengkak, luka, sesak nafas, sakit perut, bisul, sakit limpa, usus buntu, encok, gangguan pencernaan, perut kembung dan menurunkan tekanan darah. Kunyit juga dapat digunakan sebagai bahan pewarna, bahan campuran kosmetika, bakterisida, fungisida dan stimulan (Bursatriannyo et al., 2014).
Penanganan pasca panen kunyit dapat dilakukan dengan cara yang pertama yaitu penyortiran, pencucian, perajangan, pengeringan, pengemasan, dan penyimpanan. Proses penanganan pasca panen merupakan proses yang penting agar kunyit yang dihasilkan sehabis panen dapat memiliki kualitas yang baik. Selama proses pasca panen harus diperhatikan sanitasi alat dan pekerja, karena hal tersebut dapat mengkontaminasi hasil panen kunyit. Penyortiran kunyit dilakukan agar kunyit yang akan dipasarkan seragam bentuk, ukuran, dan kualitasnya. Kemudian pencucian dilakukan agar kunyit lebih bersih dari tanah. Pencucian rimpang kunyit dengan air yang mengandung kapur dapat menjadikan kunyit mengalami perubahan pH dan dapat berakibat merubah zat kurkumin menjadi asam ferulat dan mengaktifkan enzim (Komarawinata, 2008). Perajangan atau pemotongan kunyit dilakukan untuk mmpermudah proses selanjutnya karena ukuran kunyit sudah lebih kecil. Apabila ukuran kunyit terlalu besar dan tebal, maka proses pengeringan akan tidak efektif karena kadar air yang terkandung di dalam kunyit tidak dapat menguap secara sempurna. Pengeringan kunyit apabila dilakukan pada suhu tinggi dapat menyebabkan rusaknya senyawa bioaktif yang terkandung di dalam kunyit. Sebelum dikeringkan, irisan kunyit direndam dalam larutan asam sitrat 3% selama 3 jam. Pengemasan dilakukan agar menjaga kualitas produk tetap baik. selain itu, kemasan digunakan untuk melindungi produk dari bahaya yang dapat ditimbulkan melalui fisik, kimia, maupun biologis. Penyimpanan dilakukan di dalam gudang yang udaranya tidak lembab. Kelembaban udara perlu dijaga agar mikroorganisme tidak bisa tumbuh.
Menurut Harisna (2010), tanaman herbal indonesia atau rempah-rempah yang dijadikan sebagai obat tradisional Indonesia karena banyak mengandung senyawa anti bakteri. Masyarakat Indonesia secara tradisional mengkonsumsi kunyit untuk mengobati penyakit yang disebabkan oleh mikroba parasit, gigitan serangga, penyakit mata, cacar, gangguan pencernaan, gangguuan hati, mata, dan penyakit kulit. Kunyit mengandung minyak atsiri, alkaloid, flavonoid, tanin, kurkuminoid, dan terpenoid yang merupakan senyawa penghambat pertumbuhan mikroba. Kandungan minyak atsiri dan kurkumin yang terdapat dalam kunyit merupakan senyawa yang sering digunakan sebagai antioksidan. Kurkumin dan minyak atsiri dalam kunyit dapat diperoleh dengan cara ekstraksi dingin atau maserasi dengan etanol 96% dan dengan metode destilasi (Moghadamtousi, 2014). Kurkumin termasuk senyawa polifenol yang memiliki kemampuan untuk melawan bakteri atau antibakteri melalui penghambatan enzim thiolase (enzim sulfidril) pada bakteri sehingga ikatan disulfida tidak terbentuk. Kemudian struktur sekunder dari protein sekunder rusak dan terdenaturasi. Minyak atsiri merupakan senyawa terpenoid yang dapat mendestruksi membran sel bakteri (Rahmawati dkk., 2014). Senyawa kurkumin yang terdapat dalam kunyit merupakan senyawa penangkal radikal (radikal scavenger) atau antioksidan (Sharma, 1976).
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Rathore et al, (2008) menyatakan bahwa minyak atsiri rimpang kunyit dosis 250 mg/kg BB, dapat menghambat apoptosis sel otak dengan menurunkan aktivitas kaspase-3 pada tikus model demensia. Kurkumin memiliki sifat anti inflamasi atau anti peradangan. Kunyit dapat mempercepat penyembuhan luka dan meningkatkan densitas kolagen jaringan (Partomuan, 2009). Pemberian kurkumin secara oral ke luka yang terdapat pada tubuh dapat mengurangi inflamasi atau digunakan sebagai antiseptik (Hartati dan Balitro, 2013). Minyak atsiri yang terkandung dalam kunyit sebanyak sekitar 1,5-2,5%. Minyak atsiri dari kunyit dapat diolah menjadi minyak kunyit dengan teknik penyulingan.
Kunyit mengandung flavonoid yang tinggi, flavonoid memiliki aktivitas mampu mengikat adhesi, membentuk kompleks dengan protein ekstraseluler dan terlarut serta membentuk kompleks dengan dinding sel sehingga dapat merusak membran mikroba (Rahmawati dkk., 2014). Flavonoid dapat mengganggu pembentukan dinding sel dengan aktivitas transpeptidase peptidoglikan yang akan memecah dinding sel dan merusak membran sel sehingga komponen penting seperti protein, asam nukleat, dan nukleotida akan mengalami lisis (Dewi, 2015). Menurut Rukmana (2004), kunyit dapat dimanfaatkan sebagai obat keputihan, obat jerawat, diare, dan gatal-gatal. Penyakit tersebut disebabkan oleh adanya bakteri. Karena adanya kandungan kurkumin yang termasuk dalam flavonoid maka kunyit melawan bakteri-bakteri yang memyebabkan sakit. Kunyit juga dapat menjadi obat infeksi atau antiseptik untuk bakteri patogen seperti Candida albicans, Staphylococcus aureus, dan Escherichia coli (Jawetz, 2005). Bakteri Escherichia coli merupakan bakteri penyebab diare, maka dari itu apabila mengkonsumsi kunyit dapat mencegah dan mengatasi penyakit tersebut. Kunyit dapat diolah dan dikonsumsi masyarakat dengan pengolahan menjadi ekstrak, direbus, dan pemurnian (Dzulkarnain, 2004). Kunyit juga dapat dijadikan serbuk untuk mempermudah konsumsinya. Masyarakat Indonesia juga memanfaatkan kunyit sebagai bumbu dan minuman yang disebut jamu. Jamu tersebut dipasarkan secara komersial sehingga masyarakat luas dapat mengkonsumsi minuman kunyit. Rimpang kunyit dimanfaatkan sebagai bumbu rempah yang dicampurkan ke dalam masakan karena kunyit berbau aromatik dan menambah cita rasa pada makanan. Masakan ikan dan daging sering menggunakan kunyit karena kunyit dapat menghilangkan bau amis atau anyir dari ikan dan daging. Maka dari itu ikan dan daging sebelum diolah, dilumuri kunyit yang sudah sudah dihaluskan. Kunyit memiliki banyak khasiat dan manfaat baik bagi tubuh dan dapat juga digunakan sebagai bahan tambahan pangan.
Kontributor : Arumdini
Nutrima Sehatalami : Produsen / Maklon Herbal || Health Food & Nutraceutical Company.
Alamat : Jalan Panorama 5 blok E no.14 RT.05/RW.05 Kelurahan Sindangbarang Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor Telp. (0251) 8423291
REFERENSI
Bursatriannyo, Cheppy Syukur, dan Mushthofa. 2014. Identifikasi Varietas Tanaman Kunyit Menggunakan Sistem Pakar. Informatika Pertanian Vol. 23 No. 1, 95-106.
Dewi, Z. Y., A. Nur, Hertriani T. 2015. Efek Antibakteri dan Penghambatan Biofilm Ekstrak Sereh (Cymbopogon nardus L) Terhadap Bakteri Streptococcus mutans. Maj Ked Gi Ind, 1(2), 136-141. doi: https://doi.org/10.22146/majkedgiind.9120
Dzulkarnain, B., Dian Sundari, dan Ali Chosin. 2004. Tanaman Obat Bersifat Antibakteri di Indonesia. Cermin Dunia Kedokteran. 110:35-43
Harisna, Nova Idia Ika. 2010. Pengaruh Ekstrak Kunyit (Curcuma domestica) dengan Konsentrasi yang Berbeda Terhadap Mikroba pada Isolat Ikan Nila (Oreochromis niloticus). Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta, Surakarta.
Hartati, S. Y., dan Balitro. 2013. Khasiat Kunyit Sebagai Obat Tradisional dan Manfaat Lainnya. Warta Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri. Jurnal Puslitbang Perkebunan. 19 : 5 – 9.
Haryono. 2012. Ayo Mengenal Tanaman Obat. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementrian Pertanian, Jakarta.
Jawetz, Melinick, dan Adelberg. 2005. Mikrobiologi Kedokteran (Medical Microbiologi). Salemba Medika, Jakarta : 317-318.
Komarawinata, D., 2008. Budidaya dan Pasca Panen Tanaman Obat untuk Meningkatkan Kadar Bahan Aktif. Unit Riset dan Pengembangan, PT. Kimia Farma (Persero) Tbk, Jakarta.
Moghadamtousi, S. Z., H. A. Kadir, P. Hassandarvish, H. Tajik, S. Abubakar, dan K. Zandi. 2014. A Review on Antibacterial , Antiviral , and Antifungal Activity of Curcumin. https://doi.org/10.1155/2014/186864
Paramitasari, Dyah. 2011. Budidaya Rimpang Jahe, Kunyit, Kencur, Temulawak. Cahaya Atma Pustaka, Yogyakarta.
Partomuan, S. 2009. Studi Kimia dan Farmakologi Tanaman Kunyit Sebagai Tumbuhan Obat Serbaguna. Agrium. 17 : 103 – 107.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. 2014. Khasiat Kunyit Sebagai Obat Tradisional dan Manfaat Lainnya. Terdapat pada http://perkebunan.litbang.pertanian.go.id/wpcontent/uploads/2014/02/PerkebunanKhasiatKunyit.pdf diakses pada tanggal 11 Juni 2019 pukul 09.00 WIB.
Rahmawati, N., E. Sudjarwo, dan E. Widodo. 2014. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Herbal Terhadap Bakteri Escherichia coli. J. Ilmu-Ilmu Peternakan, 24 (3), 24–31.
Rathore, Priyanka, Preeti Dohare, Saurabh Varma, Aparajita Ray, Uma Sharma, N. R. Jagannathan, dan Madhur Ray. 2008. Curcuma Oil : Reduces Early Accumulation of Oxidative Product and Is Anti-apoptogenic in Transient Focal Ischemia in Rat Brain. Neurochemical Research 33 (9) : 1672– 82.
Rukmana, R. 2004. Kunyit. Kanisius, Yogyakarta.
Sharma, M., R. Manoharlal, N. Puri, dan R. Prasad. 2010. Antifungal Curcumin Induces Reactive Oxygen Species and Triggers An Early Apopotosis But Prevents Hyphae Development By Targeting The Global Repressor TUP1 in Candida albicans. Bioscience Reports, 30 (6). https://doi.org/10.1042/BSR20090151