Angka kejadian DM terus meningkat secara konstan. Setidaknya 10% populasi dunia terserang DM.1 Angka kejadian DM diperkirakan mencapai 366 juta pada 2030 dan didominasi oleh diabetes melitus tipe 2 (DM tipe 2). DM tidak hanya menjadi masalah negara maju saja tetapi juga di negara berkembang seperti Indonesia. Proyeksi statistik jumlah penderita DM di Indonesia menyatakan akan terjadinya peningkatan dari 5.6 juta pada tahun 2001 menjadi 8.2 juta pada tahun 2020.
Frekuensi DM akan melonjak di seluruh dunia dengan berbagai dampak yang besar terutama terhadap populasi di negara berkembang. Peningkatan prevalensi DM ini disebabkan oleh penurunan aktivitas fisik, peningkatan obesitas, stres, perubahan pola makan, dan gaya hidup yang tidak sehat.1,3 Seperti yang telah diketahui, hiperglikemia dapat merusak banyak organ dan sistem tubuh yang kemudian akan memicu terjadinya gagal ginjal, kebutaan, penyakit cerebrovascular dan masih banyak lagi.
The Diabetes Control and Complications Trial (DCCT) menunjukkan bahwa kontrol ketat terhadap glukosa darah efektif dalam menurunkan komplikasi klinis secara signifikan. Namun, kontrol optimal terhadap glukosa darah saja tidak dapat mencegah komplikasi. Hal ini menunjukan bahwa strategi pengobatan alternatif tetap dibutuhkan. Terapi-terapi yang tersedia untuk DM meliputi terapi insulin dan agen-agen hipoglikemik, seperti biguanid dan sulfonilurea. Pengobatan dengan sulfonilurea, biguanid, ataupun obat-obatan hipoglikemik oral kimia lainnya tidak dapat dipisahkan dari berbagai efek samping dan kegagalan untuk
mencegah komplikasi secara signifikan.
Oleh karena itu, perlu untuk mencari pengobatan alternatif yang murah dan memiliki efek samping yang minimal. Pencarian agen-agen aktif farmakologi baru yang diperoleh melalui skrining sumber-sumber herbal, seperti tanaman obat atau ekstrak dari tanaman tanaman tersebut, menuntun pada penemuan banyak obat-obatan herbal yang berguna untuk pengobatan penyakit manusia. Patogenesis dan kemungkinan manajemen penyakit DM dengan obat-obatan tradisional telah merangsang minat yang besar dalam beberapa tahun terakhir.
Selain itu, biaya pengobatan DM yang tinggi membuat komisi ahli diabetes melitus WHO pada tahun 1980 merekomendasikan penggunaan tanaman sebagai bahan yang dapat digunakan dalam pencegahan dan penyembuhan penyakit DM. Salah satu obat tradisional yang terus dikembangkan kearah fitofarmaka adalah obat antidiabetes. Salah satu tanaman herbal yang sering disebut Orthosiphon stamineus atau kumis kucing telah menarik banyak perhatian untuk dijadikan sebagai objek penelitian.
Penulis : Jafar