Efek Dari “Thermal Treatment” Terhadap Antioksidan Dalam Madu (page 3)

Kadar air madu tergantung pada kondisi lingkungan seperti suhu dan kelembaban relatif dalam asal geografis selama produksi madu di koloni madu, dan juga manipulasi dari pemelihara lebah pada periode panen (S. Gomes, et al., 2010). Kadar air madu adalah faktor pembatas untuk menentukan kualitas, stabilitas dan ketahanan pembusukannya terhadap fermentasi ragi. Dalam penelitian ini, kadar air awal dari tiga jenis sampel madu berada di kisaran 16,4 ± 0,8% di lotus madu sampai 17,5 ± 1,1% di madu multifloral, yang jauh di bawah batas maksimum yang dapat diterima (20%) ditentukan oleh nasional dan standar internasional (INSO, 2013; Codex Alimentarius, 2001). Hasil dari pengujian menunjukan hasil bahwa kadar air dari ketiga jenis madu uji sedikit menurun di mana setelah 30 menit perlakuan termal, penurunan 0,4 – 0,56% diamati pada kadar air semua jenis madu (P ≥ 0,05).

https://www.instantsite.info/apiculture-comment-produire-plus-de-miel/

HMF, secara alami ada sebagai salah satu komponen di dalam madu sebagai konsekuensi dari keasaman madu pada gula pereduksi, hal ini menjadi salah satu penanda kesegaran madu dan penurunan kualitasnya. HMF cenderung meningkat selama masa pemrosesan dan atau penuaan produk. Beberapa factor yang mempengaruhi kadar HMF, seperti suhu dan waktu pemanasan, kondisi penyimpanan, pH dan sumber bunga, sehingga memberikan indikasi overheating dan penyimpanan dalam kondisi yang buruk (H. M, et al., 2014; C. Truzzi, et al., 2014; B. Fallico, et al., 2006). Dalam penelitian ini, didapatkan hasil bahwa kandungan HMF di madu yang diuji mengalami peningkatan secara bertahap dengan bertambahnya lama waktu pemanasan, di mana setelah 30 menit pemanasan pada 63o C, HMF meningkat 81,3%, 85,6% dan 108,3% dalam lotus, thyme dan madu multifloral, masing-masing (P <0,05).

https://fmipa.uniga.ac.id/read/2020/10/madu-sebagai-nutraceutical-komoditas-pangan-yang-memiliki-peningkatan-nilai-tambah-ekonomi-dan-kesehatan.html

Senyawa fenolik meliputi subkelas yang berbeda (flavonoid, asam fenolik, stilbena, lignan, tanin, dan polifenol teroksidasi) yang menampilkan beragam struktur, yang beberapa di antaranya dapat mengganggu pengujian karakteristik dari madu itu sendiri. Sampel madu biasanya mengandung beberapa senyawa ini yang dapat menyebabkan peningkatan nilai absorbansi dan oleh karena itu dapat terjadi perkiraan/pengukuran senyawa fenolik yang berlebihan.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kandungan total fenolik (mg asam tanat / kg madu) bervariasi di antara jenis madu. Nilai awal paling rendah ada dalam madu multifloral, di mana rata-rata hasil sampel adalah 462 ± 53 mg / kg, naik lebih lanjut dalam madu thyme (538 ± 41 mg / kg) dan lotus (609 ± 60 mg / kg). Perubahan kandungan fenolik madu selama 20 menit pertama dalam perlakuan panas terlihat tidak signifikan.

Namun, setelah 30 menit pemanasan, kandungan fenolik total dalam semua jenis madu berkurang secara signifikan. Dalam penelitian ini ditemukan, total konten fenolik dalam lotus, thyme dan sampel madu multivoral masing-masing turun menjadi 482 ± 39, 447 ± 40 dan 404 ± 36 mg / kg; yang secara signifikan lebih rendah dari level awal masing-masing jenis madu tersebut.

Sumber :

Penulis : Fajar Abhirama

H.M. Habib, F.T. Al Meqbali, H. Kamal, U.D. Souka, W.H. Ibrahim, Physicochemical and biochemical properties of honeys from arid regions, Food Chem. 153 (2014) 35–43.

INSO., Honey: Specification And Test Methods, No: 92, 7th rev., Iranian national standards organization, 2013.

Tinggalkan Balasan

Close Menu