Pembuatan Bubuk Aloe Vera Sebagai Obat Tradisional Melalui Proses Freeze Drying (Page 3)

Pembuatan tepung lidah buaya diawali dengan proses pencucian, pemotongan, dan pengupasan kulit luar lidah buaya segar. Gel lidah buaya yang diperoleh diblansing pada suhu 70oC selama 10 menit, kemudian dihancurkan dan ditambahkan dekstrin 15%. Dekstrin berfungsi sebagai bahan pengisi (filler).

Medicine. Aloe vera on the table

Gonnissen et al. (2008) menyatakan bahwa pengolahan tepung memerlukan filler sebagai pengisi dengan tujuan untuk mempercepat pengeringan, mencegah kerusakan akibat panas, melapisi komponen flavour, meningkatkan total padatan, dan memperbesar volume. Menurut Stephen (1995) dalam Latifah dan Apriliawan (2009), dekstrin mempunyai sifat mudah larut dalam air, lebih cepat terdispersi, tidak kental, dan lebih stabil dari pati.

Setelah itu, dilakukan proses homogenisasi sebelum dilakukan proses freeze drying dengan suhu -45oC. Lidah buaya kering yang masih kasar dihaluskan (grinding) dan diayak dengan ayakan 70 mesh (Latifah dan Apriliawan, 2009).

Berdasarkan hasil penelitian Latifah dan Apriliawan (2009), tepung lidah buaya yang dibuat dengan metode freeze drying memiliki nilai rendemen tertinggi dibandingkan dengan tepung lidah buaya yang dibuat dengan metode cabinet drying dan spray drying. Hal ini disebabkan karena sistem yang terdapat pada freeze dryer adalah sublimasi, dimana gel yang padat dengan adanya sistem panas dan udara dingin berubah menjadi kering.

Selain itu, tepung lidah buaya yang dibuat dengan metode freeze drying memiliki kadar air yang rendah dan tidak jauh berbeda dengan hasil yang diperoleh dari metode spray drying walaupun metode freeze drying menggunakan suhu yang rendah.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa pengeringan gel lidah buaya menggunakan metode freeze drying meningkatkan kadar vitamin C sebesar 46.81%. Peningkatan kadar vitamin C ini lebih tinggi dibandingkan pada metode cabinet drying dan spray drying. Hal ini dikarenakan berkurangnya kadar air dari produk dan ditunjang dengan sistem pengeringan yang menggunakan medium vakum dan penggunaan suhu beku (-45oC) yang memungkinkan untuk mengurangi retensi vitamin C.

Hal tersebut sesuai dengan pernyataan dari Wirakartakusumah et al. (1992) bahwa selama proses pengeringan beku tidak ada migrasi zat yang larut air karena tidak adanya pergerakan air dalam bahan. Kondisi ini ditunjang dengan suhu rendah yang menghasilkan retensi flavor dan odor yang mudah menguap serta retensi aktivitas biologis yang tinggi.

Selain vitamin C, metode freeze drying juga menyebabkan peningkatan kadar protein yang lebih tinggi dibandingkan metode lainnya, yaitu sebesar 33.65% dari bahan segar. Hal ini dikarenakan freeze dryer menggunakan ruang vakum dan suhu beku dalam proses pengeringannya. Hasil tersebut sesuai dengan pernyataan Winarno (1993) yang menyatakan bahwa freeze dryer memberikan keuntungan karena volume bahan tidak berubah, proses pengeringan lebih cepat, mutu bahan tidak berubah, dan daya rehidratasi tinggi sehingga mendekati bahan asalnya.

Dari perbandingan komposisi asam amino, secara keseluruhan pada tepung lidah buaya didapatkan hasil terbaik melalui pengeringan dengan metode freeze drying. Hal ini dikarenakan metode tersebut menggunakan suhu beku dan udara vakum yang memungkinkan untuk menekan susut gizi yang diakibatkan oleh suhu panas yang digunakan oleh cabinet dryer maupun spray dryer.

Hal ini sesuai dengan pendapat Harris dan Karmas (1989) bahwa semua asam amino dalam makanan peka terhadap udara panas kering. Pengolahan panas memang memungkinkan untuk memperpanjang dan menaikkan ketersediaan bahan pangan untuk konsumen, tetapi bahan pangan tersebut memiliki kadar gizi lebih rendah (dibandingkan dengan keadaan segarnya) (Lund, 1989).

Sumber :

Penulis : Nastasya Putrinda Editha

Gonnissen, Y., Remon, J. P., dan Vervaet, C. 2008. Effect of Maltodextrin and Superdisintegrant in Directly Compressible Powder Mixtures Prepared Via Co-Spray Drying. European Journal of Pharmaceutics and Biopharmaceutics 68: 277–282

Harris, R. S. dan Karmas, E. 1989. Evaluasi Gizi pada Pengolahan Bahan Pangan. ITB Press, Bandung.

Latifah dan Apriliawan, A. 2009. Pembuatan Tepung Lidah Buaya dengan Menggunakan Berbagai Macam Metode Pengeringan. Rekapangan: Jurnal Teknologi Pangan 3 (2): 70 – 80.

Winarno, F. G. 1993. Pangan: Gizi, Teknologi, dan Konsumen. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Wirakartakusumah, A., Budiwati, S. I., Arpah, M., Subarna, dan Syah, D. 1992. Petunjuk Laboratorium Peralatan dan Unit Proses Industri Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudyaan, Dirjen Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi IPB, Bogor.

Tinggalkan Balasan

Close Menu