Buah manggis (Garcinia mangostana L.) umumnya terdapat pada negara yang beriklim tropis termasuk Indonesia. Buah ini digemari masyarakat karena bermanfaat bagi kesehatan dan rasanya yang manis. Buah manggis mempunyai kulit tebal, namun mudah dikupas atau dipecah. Manggis (Garcinia mangostana L.) secara taksonomi termasuk divisi Spermatophyta, kelas Angiospermae, ordo Thalamiflora, famili Guttiferae dan genus Garacinia. Manggis termasuk buah eksotik yang sangat digemari oleh konsumen karena rasanya yang lezat, bentuk buah yang indah, dan tekstur daging buah yang putih halus.
Bagian-bagian yang terdapat pada buah manggis terdiri atas daging dan kulit buah. Daging buah adalah bagian yang sering dimanfaatkan baik dalam keadaan segar yaitu dikonsumsi langsung ataupun dalam bentuk olahan seperti sirup, jus, dan buah kalengan. Daging buah manggis berwarna putih dengan ukuran yang berbeda dan terdapat biji di dalamnya, sedangkan bagian kulit manggis umumnya tidak termanfaatkan dengan baik. Menurut Siriphanick et al. (1997), kulit manggis merupakan bagian terbanyak dalam buah manggis yang fungsinya untuk melindungi buah dari kerusakan fisik, persentasenya yaitu 66.67%.
Kulit buah manggis sudah sejak lama dimanfaatkan secara tradisional oleh masyarakat di Asia khususnya Asia Tenggara. Chin et al (2008) mengemukakan bahwa kulit manggis dimanfaatkan secara tradisional untuk mengobati beberapa jenis penyakit seperti diare pembengkakan, dan infeksi oleh masyarakat di Asia Tenggara. Kulit manggis juga dapat digunakan untuk mengobati sakit kulit dan luka (Matsumoto et al., 2003).
Kulit buah manggis memiliki kadungan senyawa polifenol yang cukup tinggi. Peneltitian Zandernowski et al (2009) mengungkapkan bahwa kandungan senyawa polifenol pada kulit buah manggis terdapat dalam bentuk asam fenolat mencapai sekitar 8000 mg/kg bobot kering. Senyawa polifenol yang banyak terdapat pada kulit manggis di antaranya ialah golongan tanin, antosianin dan golongan xanthone. Xanthone adalah kelompok senyawa bioaktif yang mempunyai struktur cincin 6 karbon dengan kerangka karbon rangkap.
Penelitian Yu et al (2007) menemukan bahwa xanthone pada kulit buah manggis memiliki efek yang baik untuk kesehatan. Xanthone merupakan senyawa organik dengan rumus kimia umum C13H8O2. Xanthone memiliki ciri berwarna kekuningan dan larut pada pelarut semi polar seperti metanol (Jung et al, 2006). Penelitian-penelitian selanjutnya berhasil menemukan beberapa turunan dari xanthone. Ada 14 macam turunan xanthone yang telah berahasil diisolasi dari kulit manggis antara lain cudra-xanthone G, 8-deoxygartanin, garcimangosone B, garcinone D, garcinone E, gartanin, 1-isomangostin, α-mangostin, β-mangsotin, γ-mangostin, mangostinone, smeathxanthone, tovophyllin A dan satu jenis lainya yang belum teridentifikasi (Jung et al, 2006). Komponen xanthone ini selain diidentifikasi memiliki aktivitas antioksidan, juga memilki aktivitas anti inflamasi, antimikroba, dan anti fungal (Chaveri et al., 2008).
Saat ini banyak penelitian yang dilakukan untuk mengembangkan produk kulit manggis alternatif berupa ekstrak kulit buah manggis yang dikeringkan dengan pengeringan semprot. Ekstrak yang dikeringkan dengan pengeringan semprot diharapkan memiliki stabilitas yang lebih baik selama penyimpanan dibandingkan bentuk cair karena memiliki kadar air yang relatif rendah sehingga kerusakan senyawa-senyawa polifenol dapat dikurangi. Selain itu, kondisi ekstrak kering diharapkan akan memudahkan penanganan selama produksi.
Tahapan pembuatan bubuk ekstrak kulit manggis yaitu melakukan ekstraksi kemudian dilanjutkan dengan mengeringkan ekstrak yang dihasilkan. ekstraksi merupakan suatu proses penarikan senyawa metabolit sekunder dengan bantuan pelarut. Ekstraksi dapat dilakukan dengan menggunakan dua cara yaitu ekstraksi menggunakan suhu tinggi dan ekstraksi tanpa suhu tinggi. Salah satu metode ekstraksi yang sering digunakan adalah ekstraksi dengan metode maserasi. Maserasi merupakan cara sederhana yang dapat dilakukan dengan cara merendam serbuk bahan dalam pelarut. Proses ini umumnya dilakukan 1-2 hari dengan memasukan bahan baku dan pelarut baik tunggal maupun campuran (Houghton dan Rahman 1998). Pelarut akan menembus dinding sel dan masuk kedalam rongga sel yang mengandung zat-zat aktif sehingga zat aktif akan larut. Kelebihan dari proses maserasi adalah sederhana, relatif mudah, dan menghindari rusaknya komponen akibat panas.
Metode pengeringan yang banyak digunakan dalam pembuatan produk berbentuk bubuk adalah pengeringan semprot. Proses pengeringan semprot adalah proses yang akan mengubah bahan fluida menjadi produk kering dalam satu operasi. Alat-alat pengering semprot yang digunakan pada proses ini mengeringkan larutan, campuran atau produk cair lain menjadi tepung dengan kadar air yang mendekati kesetimbangan dengan kondisi udara pada tempat produk keluar (Wirakartakusumah et al, 1989). Menurut Singh dan Heldman (2001), keuntungan dari penggunaan alat pengering semprot adalah siklus pengeringannya yang cepat, retensi dalam ruang pengering (residence time) singkat dan produk akhir siap dikemas ketika selesai proses dengan kadar air produk sekitar 5%.
Prinsip dari proses pengeringan semprot adalah atomisasi atau penyemprotan bahan melalui alat penyemprot sehingga dapat membentuk hasil semprotan yang halus, kontak antara partikel hasil atomisasi dengan udara pengering, evaporasi air dari bahan, dan pemisahan partikel kering dengan aliran udara yang membawanya (Cánovas dan Mercado, 1996). Fungsi utama atomisasi pada pengeringan semprot adalah untuk menghasilkan droplet yang berukuran kecil, sehingga luas permukaan menjadi lebih besar yang mengakibatkan proses penguapan akan terjadi lebih cepat.
Suhu inlet berdasarkan penelitian Ersus dan Yurdagel (2007) yang menyatakan bahwa ekstrak antosianin sangat baik dikeringkan pada suhu antara 160 – 180 oC. Dalam penelitian ini pelakuan suhu inlet yang diberikan ialah 160, 170 dan 178 oC. Selain itu, proses pengeringan semprot dilakukan pada kondisi kecepatan alir bahan pada skala 17 atau 12,14 ml/menit. Hasil penelitian menunjukkan kondisi proses terbaik dalam mengeringkan ekstrak kulit buah manggis dengan pengeringan semprot ialah dengan suhu inlet 160 oC, suhu outlet 82 ± 2 oC, dengan kecepatan alir 12.14 ml/menit serta bahan pengisi berupa maltodekstrin DE 15-20 sebanyak 15 % dari total larutan ekstrak. Bubuk yang dihasilkan memiliki kandungan antosianin sebanyak 23,29 ± 2,85 mg/g ekstrak terkapsul kering atau 1,13 ± 0,02 mg/g bubuk kering. Kadungan komponen fenol yang terdapat pada ekstrak ialah sebesar 188,40 ± 0,04 mg/g esktrak terenkapsul kering atau sebesar 8,49 ± 0,00 mg/g bobot sampel kering. Bubuk yang dihasilkan memiliki kapsitas antioksidan sebesar 428,72 ± 1,65 mg AEAC (Ascorbic acid Equivalent Antioxidant Capcity) / g ekstrak terenkapsul kering (setara 42,8 % asam askorbat). Jumlah komponen bioaktif dari golongan xanthone berupa α-mangostin yang terdapat dalam ekstrak ialah sebesar 0,59 ± 0.00 mg /g sampel kering.
Daftar Pustaka
Cánovas, V.B. dan H.V. Mercado. 1996. Dehydration of Foods. Chapman & Hall, New York.
Chaveri, J.P., N.C. Rodriguez, M.O. Ibarra, dan J. M. P. Rojas. 2008. Medicinal properties of mangosteen (Garcinia mangostana). Food and Chem. Tech, 46: 3227-3239
Chin, Y.W., H. A. Jung, H. Chai, W.J. Keller, and A.D. Kinghorn. 2008. Xanthones with Quinone Reductase-Inducing Activity from the Fruits of Garcinia mangostana (Mangosteen). J. Food. Chem, 69: 754-758
Ersus, S dan U. Yudagel. 2007. Microencapsulation of anthocyanin pigments of black carrot (Daucuscarota l.) by spray dryer. J. Food. Eng 80: 805-812
Houghton, P. J. dan A. Rahman. 1998. Laboratory Handbook for Fractination of Natural Extracts. Chapman and Hall, London.
Jung, H.A., B.N. Su, W.J .Keller, R.G. Mehta, dan A.D. Kinghor. 2006. Antioxidant Xanthones from Pericarp of Garcinia mangostana (mangosteen). J. Agric. Food. Chem, 54: 2077-2082.
Matsumoto, K., Y.Akao, E. Kobayashi, K.Ohguchi, T. Ito, dan T. Tanaka. 2003. Induction of Apoptosis by Xanthones from Mangosteen in Human Leukemia Cell Lines. J. Nat. Prod, 66: 1124-1127
Singh, R.P dan D.R. Heldman. 2001. Food Process Engineering. AVI Publ. Co., Inc. Wesport, Connecticut.
Siriphanick, J. dan V. Luckanatinvong. 1997. Chemical Composition and The Development Of Flesh Translucent Disorder In Mangosteen. In Proceeding Of The Australian Postharvest Holticulture, Univ. Of Western Sydney Hawkesburry, NSW Australia: 410-413.
Wirakartakusumah, M.A., D. Hermanianto dan N. Andarwulan. 1989. Prinsip Teknik Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor.
Yu, L., M. Zhao, B. Yang, Q. Zhao , dan Y. Jiang. 2007. Phenolic from Hull of Garcinia mangostana Fruit and Their Antioxidant Activities. J. Food. Chem, 104: 176-18.
Zandernowski, R., S. Czaplicki, M. Nacsk. 2009. Phenolic acid profiles of Mangosteen fruits (Garcinia mangostana). J.Food. Chem, 112: 685-689