Pengujian yang dilakukan pertama kalinya adalah pembuatan ekstrak daun karamunting. Simplisia daun karamunting sebanyak 2 kg dimasukkan ke dalam wadah maserasi, ditambahkan etanol 96% sampai semua simplisia terendam dan dibiarkan selama 3 hari dalam toples kaca tertutup terlindung daro cahaya sambil diaduk berulang-ulang kali, setelah 3 hari simplisia disaring dan dipisahkan antara maserat dengan ampas, maserat tersebut diuapkan menggunakan Rotary Evaporator.
Pengujian aktivitas antimikroba dilakukan menggunakan disc diffusion method (metode Kirby-Bauer) dengan mengukur diameter zona hambat (Fishbach dan Dunning, 2015). Mikroba yang akan diuji adalah bakteri standar ATCC sebanyak lima macam, yaitu E.coli ATCC, S.sonnei ATCC, P.aeruginosa ATCC, C.jejuni ATCC, dan E.cloacae ATCC. Hasil yang didapatkan adalah ekstrak daun karamunting menunjukkan adanya zona hambat pada semua jenis bakteri standar.
Aktivitas antimikroba ditunjukkan oleh ekstrak etanol daun karamunting yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri gram negatif standar ATCC, seperti E. coli, S. sonnei, C. jejuni, E. cloacae, dan P. aeruginosa. Ekstrak daun karamunting konsentrasi 100% memiliki zona hambat paling besar dibandingkan dengan konsentrasi lainnya. Hal ini membuktikan bahwa ekstrak daun karamunting memiliki zona hambat, semakin tinggi konsentrasi maka semakin tinggi zona hambat bakteri tersebut. Adanya kandungan senyawa fenol, flavonoid, saponin, dan tannin diduga munculnya zona hambat sebagai antibakteri (Rahayu, 2006; Syarif et al., 2011; Cushnie et al., 2005).
Zona hambat yang terbentuk disebabkan adanya zat-zat aktif yang terkandung dalam daun karamunting seperti alkaloid dan flavonoid yang berfungsi sebagai antibakteri (Syahrurachman et al., 2010; Sulistiawati, 2011). Adanya kandungan saponin mengindikasikan tumbuhan memiliki aktivitas antioksidan sebagai radikal bebas (Kumalaningsih, 2006).
Adanya kandungan tannin pada tumbuhan mengindikasikan bahwa tumbuhan dapat berfungsi sebagai obat-obatan. Selain itu, tannin mempunya antibakteri dengan cara mempresipitasi protein. Efek antibakteri tannin antara lain melalui reaksi dengan membrane sel, inaktivasi enzim, dan inaktivitas fungsi materi genetik.
Hasil penelitian ini sesuai dengan review yang dibuat oleh Joffry et al (2012) bahwa ekstrak M. malabathricum memiliki aktivitas antimikroba terhadap E. coli, S. aureus, S. epidermidis, K. pneumoniae Bacillus cereus, B. subtilis, B. licheniformis, B. brevis, P. Aeruginosa, Vibrio cholerae, dan Shigella flexneri. Ekstrak M. malabathricum juga menunjukkan aktivitas antimikroba terhadap E. coli Multiple Drug Resistance (MDR) dan Methicillin-resistant S. aureus (MRSA) (Rajenderan, 2010).
Selain itu, penelitian oleh Omar et al (2012) juga menunjukkan bahwa ekstrak karamunting memiliki aktivitas antimikroba terhadap Alcaligenes faecalis, Serratia marcescens, Proteus mirabilis, P. vulgaris, S. sonnei, dan S. dysenteriae. Aktivitas antimikroba M. malabathricum diduga disebabkan oleh adanya fitokimia seperti terpenoid, flavonoid, steroid, saponin dan alkaloid dalam ekstrak tumbuhan. Beberapa komponen fitokimia seperti glikosida, saponin, tanin, flavonoid, terpenoid dan alkaloid memang menunjukkan aktivitas antimikroba (Devi et al, 2012).
Sumber :
Penulis : Michelle
Camilleri M, Murray JA. 2015. Harrison’s Principles of Internal Medicine. Chapter 55. Diarrhea and Constipation. Nineteenth Edition. 265-274. McGraw Hill Education. New York.
Kumalaningsih, S. 2006. Antioksidan Alami. Cetakan Ke-1. Trubus Agrisarana: Surabaya.
Rahayu, I. D. 2006. Aloe barbadensis Miller dan Aloe chinensis Baker sebagai Antibiotik dalam Pengobatan Etnoveteriner Unggas secara In Vitro. Jurnal Protein Vol 13 No 1, Universitas Muhamadiyah Malang,
Syahrurachman, A., Chatim, A., Santoso, A.U.S., Isjah, L., Lintong, M., Sumatmadja, S., et al. 2010, Buku Ajar Mikrobiologi Kedokteran Edisi Revisi, Binarupa Aksara, Tanggerang Indonesia.